Menggeser pola pikir dari Pengadaan yang sebagai cost center menjadi profit center dibahas dalam bagian kedua sebagai kerangka besar pembuktian potensi Pengadaan. Pada bagian ketiga, Redaksi GreatProcurement.com memanggil pelaku, pegiat, dan pemerhati pengadaan dengan tema tagline call for action berupa:
Pengadaan Profesional Memajukan Peradaban
Mungkin inilah yang merupakan tema besar dari GreatProcurement.com agar seluruh pemangku kepentingan, khususnya yang terlibat dalam ekosistem pengadaan untuk tahu makna dari profesi pengadaan serta potensinya. Realisasi potensi pengadaan demi kepentingan umum harus dilakukan bila ingin bangsa Indonesia menjadi sebuah peradaban yang maju. Profesional pengadaan perlu secara proaktif mengedukasi publik mengenai manfaat Pengadaan yang profesional serta semua tantangan yang dihadapinya. Publik perlu diedukasi tentang potensi pengadaan profesional dan ekosistem pengadaan seperti apa yang perlu dibangun agar manfaatnya dapat dirasakan dan penuh dengan nada optimisme.
Kondisi baseline saat ini opini publik cenderung miring tentang pengadaan. Opini miring realitanya terukur dari studi persepsi korupsi yang setiap tahun dilakukan oleh riset Transparency International. Secara konsisten ranah pengadaan dihantui oleh oknum-oknum yang melakukan kejahatan tindak pidana korupsi dan sesungguhnya ini pun fenomena global.
Bagaimana pendekatannya agar opini publik dapat berubah? Bagaimana merubah anggapan bahwa Pengadaan di sektor publik itu rentan korupsi sehingga harus dijaga dengan prosedur dan ketaatan yang rigid. Padahal ketaatan prosedur tidak sertamerta menghasilkan kinerja yang lebih baik apalagi peningkatan manfaat pada rantai nilai. Intinya perlu ada keseimbangan dan profesi ahli pengadaan yang betul-betul profesional.
Apa sih ide yang berkembang di masyarakat mengenai procurement/Pengadaan? Sedikit banyak ide itu muncul dari sebuah tagline yang kena dan menjadi viral.
Ada dua tagline utama yang berkembang dalam sejarah reformasi pengadaan barang/jasa pemerintah. Yang pertama, pada saat pengdaan barang/jasa pemerintah menjadi sebab krisis moneter Indonesia 1998 karena maraknya KKN. Saat itu taglinenya “Pengadaan Jangan Mengada-ada.” Tagline ini sukses membantu upaya reformasi pengadaan dari awal 2000-an hingga sekitar tahun 2010. Tema utama saat itu anti-korupsi, transparansi, dan akuntabilitas sehingga risiko kebocoran dari pengadaan secara finansial menjadi lebih rendah.
Berikut definisi pengadaan yang mengada-ada yang marak sebelum efektif dilaksanakannya Perpres 54/2010, testimoni dari praktisi dan blogger pengadaan Bapak Khalid Mustafa:
Namun kalau kita melihat realitas di lapangan, amat banyak pelaksanaan pengadaan yang tumbuh subur bagaikan ilalang di tengah ladang padi. Tidak pernah direncanakan, tidak pernah dibicarakan, tidak pernah didiskusikan malah muncul mendadak bagaikan siluman. Tiba-tiba anggarannya ada, tiba-tiba lelangnya dilaksanakan, malah ada yang tiba-tiba sudah dikerjakan tanpa tahu prosesnya ada atau tidak ada. Inilah yang disebut dengan pengadaan yang mengada-ada.
Lalu, ketika LKPP dibentuk pada Desember 2007 melalui Perpes 106/2017; momentum reformasi pengadaan makin kencang dan tema yang berkembang justru penerapan e-Procurement dan penghematan keuangan negara yang didapatkan.
Untuk mendukung perpindahan pengadaan dari prosess offline menjadi online, tagline pengadaan adalah: “Pengadaan kredibel menyejahterakan bangsa.” Tema ini sukses dengan digunakannya sistem e-Procurement untuk seluruh paket pengadaan di seluruh Indonesia di tahun 2012 karena menggunakan e-Procurement mendukung kredibilitas dan transparansi serta menghasilkan penghematan dan efisiensi, sehingga menyejahterakan bangsa.
Sayangnya, perspepsi publik bahwa pengadaan mengada-ada dan sumber korupsi sudah mengendap. Fenomena mengendapnya ide-ide usang namun sensasional dan pesimistis adalah sifat manusia dan ini dibuktikan oleh studi yang dilakukan oleh Hans Rosling, dkk. (2018). Rosling mensurvey pucuk pimpinan ekonomi global pada forum World Economic Forum di Davos mengenai isu-isu kesehatan masyarakat dan menemukan bahwa pemahaman pucuk pimpinan dunia itu kurang update karena pemahaman mereka tentang fakta di lapang tidak bergerak dari kondisi tahun 60’an. Artinya ide yang masuk pada saat pimpinan masih kuliah khususnya pada saat-saat rentan pengaruh informasi yang sensasional, tetap menjadi filter persepsi mereka.
Inilah keterbatasan otak manusia manusia dan menurut Rosling dkk (2018), obatnya hanya berbicara dengan basis data dan fakta (factfulness) dan interaksi yang kontinyu didukung dengan tagline yang mudah dimengerti dan optimis. Cocok dengan perkembangan industry dan procurement 4.0 yang semakin data-driven.
Image courtesy of https://www.gapminder.org/factfulness/
Keterangan Gambar: Menurut Rosling dkk (2018), ada kecenderungan bias manusia pada tema-tema pesimis atau dramatis. Tidak heran pengadaan sepertinya selalu mengada-ada. Padahal kondisi sudah jauh lebih maju dari konteks definisi keadaan pengadaan yang mengada-ada seperti yang digambarkan oleh Bapak Khalid Mustafa pada tahun-tahun sebelum 2010.
Demonstrasikan manfaat dengan bahasa dan argumen yang didukung fakta serta tagline pengadaan yang lebih updated. Tagline pengadaan jaman now harus menyebar pesan potensi yang bisa terjadi apabila keresahan yang sekarang sudah teratasi. Keresahannya adalah pengadaan belum merupakan fungsi yang stategis padahal bila strategis bisa menjadi profit center dan motor penggerak pembangunan peradaban maju.
Tagline dan tagar yang disebarkan lewat media sosial adalah senjata utama marketer dan ahli komunikasi dalam kondisi era Marketing 4.0. (Philip Kotler, Hermawan Kartajaya, dan Iwan Setiawan, 2017). Tagline berfungsi sebagai mini-mission statement yang disesuaikan dengan tema untuk menghubungkan imaji publik dan mensinkronkan dengan sudut pandang kita. Lalu tagline yang disebarkan melalui media machine-to-machine melalui internet (M2M) harus dibarengi dengan komunikasi human to human (H2H) agar terpercaya (Kartajaya dkk, 2017). Dalam hal ini, artikel pak BAS sangat mencerahkan karena kembali ke makna dasar profesi dan menecermati DNA dasar kita sebagai ahli atau pegiat Pengadaan sehingga komunikasi M2M dan H2H bisa sinkron.
Pegiat Pengadaan perlu secara proaktif mengambil kendali dan membentuk opini yang benar, konstruktif bagi pembangunan peradaban, dan progresif serta selalu didukung data dan pembuktian manfaat. Tagline adalah instrumen yang kuat dalam komunikasi massa dan berfungsi menanamkan ide dan merupakan asset dalam branding. Mari kita maknai Pengadaan dengan baik, dimulai dari branding yang sejalan dengan aspirasi, potensi, dan DNA profesi Pengadaan.
Apakah tema tagline “pengadaan profesional memajukan peradaban” sesuai? Sepertinya ini perlu didiskusikan bersama dengan beberapa langkah-langkah konkrit dari komunitas profesional pengadaan. Redaksi GreatProcurement.com memiliki beberapa rekomendasi.
Redaksi memiliki beberapa ide yang mendetilkan langkah-langkah spesifik untuk diskusi di forum, terkait call for action: